Bole ballo ballo rai hawu, rai due nga donahu
Hewene Hawu: Mengingat Sabu dari tenun ikat menjadi jalan baru untuk memasuki dimensi kehidupan yang terasa asing tersebut. Mencoba memahami karakteristik, kekayaan motif, warna dasar tenun Rai Hawu yang menjadi identitas. Melihat secara langsung para penenun melakukan proses pemilinan kapas menjadi benang, pencelupan warna dan penciptaan motif. Tidak sesederhana celup, angkat, jemur dan menenun. Penenun bekerja dengan hati. Menuang emosi dalam setiap proses. Mereka tumbuh, besar dan menghirup aroma khas pewarna alami seperti dao dan amo kabbo yang juga tumbuh di lingkungan rumah.
Melihat tenun ikat, melihat orang-orang memakainya dalam seremoni, melihat ibu memakainya dalam acara keluarga, saya membatin kalau hal itu terasa kuno. Ketertarikan saya lebih menjurus kepada hal-hal yang terasa modern. Melihat Hanbok, pakaian tradisional Korea yang dimodifikasi dalam fesyen seniman Korea. Tampil dipanggung musik, menari dan menyanyi. Memori masa kecil saya, banyak menyimpan hal-hal tersebut yang justru berasal dari luar. Rai Hawu, sebagai tanah leluhur dan identitas, masih jauh dari radar ketertarikan saya. Berada dalam dimensi kehidupan yang lain.
Modal menenun menjadi salah satu syarat wo banni do hawu untuk berdikari. Warisan cerita dan asupan pengetahuan sejak kecil, menjadi bekal setelah dewasa untuk mencari penghidupan. Meneruskan warisan yang diberikan ibu. Terdapat penenun yang mengaku, menenun adalah upaya mereka untuk tetap mengenang ibu. Mengembalikan mereka kepada memori masa kecil tentang ibu dan leluhur. Menghirup aroma khas kumpulan benang setelah pencelupan menjadikan mereka tetap tekun untuk menenun menggunakan bahan pewarna alami. Tetap bertahan menjaga tradisi menenun.
Menenun memiliki kompleksitas pada setiap lapisannya. Kelangkaan bahkan ketiadaan bahan dasar pewarna alami, pantangan tradisi adat dalam proses pencelupan warna, dao dan amo kabbo yang tumbuh pada musim yang berbeda. Kapas pun kini sulit didapatkan. Roda ekonomi berputar cepat, permintaan konsumen beragam hari ini. Dari seremoni sampai estetis dalam pemakaian. Seperti kebijakan Gubernur untuk menetapkan kain tenun dalam aktivitas kantor. Terdapat penenun yang menggunakan bahan pewarna dari toko untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut. Sehingga, menenun menjadi upaya pemenuhan mata pencaharian.***
__________________
JUNIKEN IMELDA RATU RADJA
Menempuh pendidikan di Universitas Multimedia Nusantara sejak 2018, jurusan Marketing Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi. Lahir dari keluarga Sabu dengan garis ibu dari Sabu Mehara dan Alm. Bapak dari Sabu Seba, dan memiliki dua orang kakak.
Menyukai dan menekuni fotografi sejak 2019. Tertarik dengan pendekatan fotografi konseptual portrait dan human interest. Sekarang beraktifitas di SkolMus dan terlibat untuk divisi komunikasi media sosial Pameran Arsip Publik Merekam Kota tahun 2022.