“Dari Masa Lalu untuk Masa Depan”
Pulau Sabu merupakan pulau terluar dan terkering di Indonesia. Kondisi ini membuat rumah lebih dari sekedar tempat bernaung bagi masyarakat Sabu. Permasalahan tanggap iklim yang dirasakan masyarakat Sabu saat ini akan menjadi masalah di masa depan ketika bertabrakan dengan modernitas yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsipnya.
Maka dari itu, didukung oleh Fasilitasi Bidang Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, SkolMus bekerja sama dengan Komunitas Film Kupang (@komunitasfilmkupang), Timore Art Graffiti (@timoreartgraffiti), dan Institute of Resource Governance and Social Change (@irgsc) mendokumentasikan pengetahuan lokal masyarakat Sabu dalam menghadapi perubahan iklim saat ini.
Hasil dokumentasi ini akan diwujudkan dalam bentuk Film Dokumenter dan Buku Ensiklopedia.
Proses Kerja Ammu Hawu
Proses riset dan prosuksi berlangsung selama lima bulan terhitung sejak Juli-November 2022. Diawali dengan riset tentang dua orang maestro yaitu Weo Ratu Ga (Maie) dan Ice Tede Dara (Napia).
Proses pengumpulan materi tentang sejarah lisan Suku Sabu disampaikan oleh Maie dan Napia melalui wokshop dan beberapa kali wawancara. Hasil dari pengumpulan materi berupa audio, foto, sketsa dan kebutuhan visual kemudian direspon oleh ilustrator dan penulis untuk diubah menjadi buku Ensiklopedia.
Selain mengumpulkan materi untuk pembuatan buku, tim produksi juga mengumpulkan materi tentang masalah keberlanjutan yang dirasakan masyarakat Sabu, peran pohon lontar bagi aktivitas orang Sabu, pembangunan rumah, hingga pembagian peranan gender berupa foto dan footage untuk kebutuhan Film Dokumenter.
Profil Maestro Weo Ratu Ga (Maie) dan Ice Tede Dara (Napia)
Weo Ratu Ga (Maie) adalah salah satu dari tujuh pemangku adat di Sabu. Saat ini ia menjadi satu-satunya yang memiliki kemampuan melagukan hoda dari generasinya. Maie selalu mencari tahu banyak hal sejak kecil. Hal ini membuat memori dan pengetahuan Maie sangat mendalam mengenai siklus hidup manusia dan tradisi adat di tanah Sabu.
Ice Tede Dara (Napia) adalah pendiri kelompok Tenun Tewuni Rai. Saat ini ia menguasai berbagai makna dan sejarah kuno pada tiap motif tenun untuk keperluan adat yang menjadi identitas masyarakat Sabu. Napia adalah satu-satunya keturunan perempuan pada generasinya yang masih mengerjakan tenun motif Sabu dengan pewarna alam. Hal ini ia lakukan demi menjaga identitas masyarakat Sabu.***